Cermin Retak

Wednesday, May 11, 2016

https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQEnQ4E-R0Or88sv4cMxxc2eTfP-jDv6IRw66T1Do-KHQDmIiKR 
Teringat beberapa tahun silam, saat pertama kali aku berkunjung ke sebuah tempat. Tempat yang banyak dipuja dan dihormati, apatah lagi oleh para penghuninya. Tempat yang menyiapkan cermin besar, dan memantulkan cahaya ideal dalam beragam dimensi kehidupan.

Tempat itu terbangun puluhan tahun silam. Banyak sudah ia memberi konstribusi bagi perjalanan bangsa ini, baik dari sisi perkembangan dan kemajuan intelektual, maupun dari sisi spiritual. Kiprahnya dalam dunia peguyuban wacana dan pengkaderan, berhasil menelurkan bibit-bibit militan dimana-mana. Demikian halnya dalam hal urusan pendampingan akan hak-hak keummatan, yang dianggap menyimpang dan jauh dari nilai keadilan.

Sesiapapun yang diterima bertandang, tentu akan "merasa" terhormat. Bagaimana tidak, diusianya yang semakin matang, ia tergolong sukses mengantar beberapa tamu terbaiknya untuk bertengger di jejaring kultur dan struktur.

Tempat itu kian menua. Perlahan terasa sempit, tak lagi mampu menampung ragam warna penghuninya. Untungnya yang tua masih lincah. Mereka dengan gesit membentuk rumah baru, dengan polesan dan ornamen yang sedikit berbeda, meski rohnya tetap saja sama. Karena tak ingin berpisah dengan para pendatang baru, bangunan generasi tua inipun dibuat tak jauh dari rumah tua.

Karena sudah tua, segala fasilitas yang menyertainya pun mengalami hal yang sama, bahkan sebagiannya telah hancur, sebagiannya pula retak, termasuk cerminnya. Kenyataan ini tentu saja mengundang empati para penghuni rumah baru. Mereka tak ingin tempat itu runtuh menjadi puing. Mereka khawatir jika para penunggunya berserak, dan mencari rumah baru serta majikan baru. Mereka hadir bersama otoritasnya, membawa cermin baru, atau sekedar hadir dengan senyum sumringah dengan gaya yang tak lagi serupa. 

Cermin baru yang ia titip, hanya bisa menangkap bayangan yang dekat. Itupun tak lagi jernih, sebab debuh-debuh dari segala penjuru tak dapat dibendung. Kehadirannya tak lagi mampu memberi pancaran yang sempurna, sebab hakikatnya memang retak, hanya polesan yang membuat ia terkesan baru.

0 comments:

Post a Comment

 
Maskur Makkasau © 2010 | Designed by My Blogger Themes | Blogger Template by Blog Zone